SOSIOLOGI KURIKULUM
Bibliography
Mulyati,
O. D. (2016). Implementasi Kurikulum 2006 pada mata pelajaran sosiologi
di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar tahun pelajaran 2015/2016.
Implementasi
kurikulum tingkat satuan pendidikan (2006) telah dilaksanakan dengan baik
mengacu pada perencanaan pembelajaran (mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang meliputi prota, promes, kalender pendidikan, silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran), proses pembelajaran (pelaksanaan meliputi pre
test, kegiatan inti atau pembentukan kompetensi, dan post test)
serta kegiatan evaluasi yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Sedangkan
variasi yang ditemukan dalam varian belajar peserta didik menurut Robert Gagne
adalah mencatat hal – hal penting sebagai bahan belajar dalam menyambut ujian
(strategi kognitif), melihat lingkungan masyarakat sekitar (keterampilan
intelektual), menyusun dan membangun definisi sebuah kata atau istilah
(informasi verbal) serta memilih untuk disiplin atau tidak disiplin dalam
mengerjakan tugas – tugas yang diberikan oleh pendidik (sikap).
Kendala yang dialami pendidik dalam proses implementasi
kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam mata pelajaran sosiologi yaitu pada
aspek sarana prasarana yakni tidak mendukungnya penggunaan media pembelajaran LCD
proyektor serta dari aspek waktu belajar yang terpotong di tengah – tengah
pelajaran karena diselingi oleh kegiatan Sholat Dhuha berjaah oleh pendidik dan
peserta didik.
Solusi dari Kendala
yang dialami pendidik dalam proses implementasi kurikulum tingkat satuan
pendidikan dalam mata pelajaran sosiologi meliputi, upaya untuk mengatasi
hambatan pendidik dalam penggunaan LCD di dalam proses pembelajaran LCD adalah
dengan menampilkan gambar secara manual yaitu menampilkan gambar secara manual
adalah dengan mencetak gambar yang berkaitan dengan materi yang akan
disampaikan lalu memperlihatkannya kepada peserta didik. Sedangkan dalam
kendala waktu, solusi yang digunakan adalah dengan membagi ulang waktu sehingga
seleruh materi dapat disampaikan atau dengan mengambil waktu yang
direncanakan untuk kegiatan post test untuk menyelesaikan pembentukan
kompetensi.
Bibliography
Priyanto, D. (2006). Inovasi
kurikulum Pesantren. Jurnal studi Islam dan Budaya. 1 (4): 20-37.
Di dalam artikel ini menjelaskan bahwa dalam konteks pendidikan
di pesantren, menurut Nurcholish Madjid, istilah kurikulum tidak dikenal di
dunia pesantren, terutama masa prakemerdekaan, walaupun sebenarnya materi
pendidikan sudah ada dan keterampilan itu ada dan diajarkan di pesantren.
Kebanyakan pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara
eksplisit dalam bentuk kurikulum. Tujuan pendidikan pesantren ditentukan oleh
kebijakan Kiai, sesuai dengan perkembangan pesantren tersebut. Kurikulum yang
diajarkan dalam kurikulum pesantren adalah “salaf” yang statusnya sebagai
lembaga pendidikan non-formal hanya mempelajari kitab-kitab klasik yang
meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, Tasawwuf, Bahasa Arab
(Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Tajwid), Mantiq dan Akhlak. Pelaksanaan kurikulum
pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau
masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi, ada tingkat awal, menengah dan tingkat
lanjutan. Namun, terdapat juga yang digunakan dalam kurikulum pesantren modern
dimana kurikulum tersebut merupakan perpaduan antara pesantren salaf dan
sekolah (perguruan tinggi), diharapkan akan mampu memunculkan output pesantren
berkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif, progresif dan tidak
“ortodoks” sehingga santri bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk
perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat karena mereka
bukan golongan eksklusif dan memiliki kemampuan yang siap pakai. Namun meskipun
demikian, pesantren tidak harus menutup diri, ia terbuka dalam mengikuti
tuntutan perkembangan jaman. Materi pendidikan pesantren, metode yang
dikembangkan, serta manajemen yang diterapkan harus senantiasa mengacu pada
relevansi kemasyarakatan dan perubahan. Sepanjang keyakinan dan ajaran Islam
berani dikaji oleh watak jaman yang senantiasa mengalami perubahan, maka program
pendidikan pesantren tidak perlu ragu berhadapan dengan tuntutan hidup
kemasyarakatan. upaya pengembangan kurikulum di pondok pesantren dipandang
sangat urgen, terutama untuk menghadapi tantangan perubahan jaman sekaligus
sebagai antisipasi terhadap segala konsekuensi yang menyertainya. Dengan
demikian, pesantren mempunyai potensi besar untuk menjadi lembaga pendidikan
ideal yang dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat Indonesia . Salah satu
model pengembangan kurikulum pesantren yang dapat dipertimbangkan
implementasinya adalah bertumpu pada tujuan, pengembangan bahan pelajaran,
peningkatan proses pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian yang
komprehensif. Adapun model pembelajaran dengan metode sorogan dan bandongan
sebagai tradisi akademik di pesantren masih tetap relevan, namun perlu
dikembangkan menjadi model sorogan dan bandongan yang dialogis.
Bibliography
Esti Hayu Purmaningsih, A. A. (2004).
Pengembangan model belajar
mengajar mata pelajaran IPS SD untuk mendukung impementasi kurikulum berbasis kompetensi
di Propinsi Sumatera Selatan. Jurnal Psikologi. 1: 15-27.
(943-isi)
Dalam artikel ini
dijelaskan bahwa Kajian Kurikulum dan Model Pembelajaran Berdasar Kurikulum
Berbasis Kompetensi untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Dasar
telah dilakukan di lima propinsi, yaitu Sumatera Barat, DKI, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan (Alsa dkk, 2002). Hasil kajian model-model pembelajaran
IPS tersebut secara umum dapat mengembangkan kreativitas. Kurikulum berbasis
kompetensi bertujuan mengembangkan bukan saja aspek kognitif siswa, melainkan
juga aspek afektif, dan psikomotorik. Kurikulum Berbasis Kompetensi menuntut
siswa aktif dan kreatif, dengan pembelajaran yang menimbulkan rasa senang dan
selanjutnya siswa memperoleh ketrampilan yang berguna bagi dirinya. Oleh karena
itu model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis
kompetensi umumnya adalah model pembelajaran yang didasarkan pada teori
psikologi kognitif dan psikologi humanistik. Ada beberapa saran yang
disampaikan baik oleh para guru, kepala sekolah maupun pengawas, antara lain
adalah:
a. Alat peraga yang sulit diperoleh diganti dengan gambar
misalnya untuk macam-macam pakaian adat.
b. Model-model pembelajaran ini hendaknya benar-benar
dilaksanakan karena sangat dirasakan manfaatnya, misalnya baik siswa maupun
guru mengalami proses belajar mengajar yang menyenangkan, membuat siswa lebih
aktif, lebih bersemangat, merangsang kreativitas, lebih berani
tampil, bisa meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, namun
sebelum dilaksanakan masih perlu dilakukan sosialisasi, penataran dan pelatihan
bagi guru yang akan melaksanakan KBK pada skala yang lebih luas.
Bibliography
Suwarno, E. (2010). Penyikapan guru
sekolah menengah kejuruan (SMK) terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP). Teknologi dan Kejuruan.
01 (33): 1-14.
Artikel ini menjelaskan tentang penelitian
deskriptif tentang keprihatinan guru terhadap perubahan kurikulum. Studi ini
bertujuan untuk menyelidiki keprihatinan guruSekolah Menengah Kejuruan terhadap
kurikulum berbasis sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) merupakan
kurikulum relatif baru yang mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2007/2008
(Puskur, 2007). Berdasarkan model yang diterapkan , variabel penyikapan dalam
penelitian ini terdiri dari: (1) dasar, (2) informasional, (3) personal, (4)
tugas, (5) kolaborasi, dan (6) tahapan penyikapan pemfokusan ulang. Dimana guru
harus fokus penyikapan tersebut
memerlukan dukungan kegiatan pengembangan untuk menilai manfaat KTSP dan
kegiatan untuk meyakinkan agar iklim kolaboratif terus tumbuh dan berkembang.
Dengan begitu staf bagian pembelajaran dan penilaian perlu berkomunikasi dengan
para guru untuk memberikan dukungan terkait dengan pendekatan untuk menilai
kemanfaatan KTSP bagi siswa. Untuk kegiatan pengembangan, kegiatan dapat
berbentuk kunjungan untuk melihat variasi implementasi dan pemanfaatan KTSP
pada seting sekolah yang berbeda. Kegiatan ini sekaligus dapat membangun
jalinan komunikasi dan kolaborasi antar sejawat guru.
Bibliography
Razi, F. (2011). Kurikulum pembinaan
budi pekerti berbasis keluarga. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri,161-175.
Model kurikulum pembinaan budi pekerti berbasis keluarga
sudah diterapkan disekolah-sekolah di lingkungan Kota Pontianak. Implementasi
model ini dalam proses pembinaan akhlak siswa disekolah tidak dikonstruk untuk disajikan dalam bentuk
mata pelajaran tertentu, terintegrasi dengan mata pelajaran atau seperti pada
model training yang pernah dicobakan diberbagai sekolah. Secara khusus, model
ini merupakan usaha sekolah dan keluarga dengan mengondisikan terbentuknya
perilaku anak yang baik berdasarkan ajaran agama. Pengondisiannya dilakukan
dengan cara; memantau perilaku anak selama disekolah dan dirumah, membiasakan
anak agar berperilaku agamis, dan melakukan tindakan perbaikan terhadap
perilaku anak yang kurang baik. Dengan stategi pembinaan yang lebih menekankan
keteladanan kepada siswa, diharapkan pembinaan akhlak/budi pekerti yang
dilakukan pihak sekolah dapat mencapai sasaran. Strategi pembinaan akhlak/ budi
pekerti yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah antara lain adalah dengan
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merespon stimulus pengajaran
secara spontan. Apapun strategi yang digunakan dalam pembinaan akhlak/budi
pekerti pada anak didik, cara yang paling ampuh tetap pemberian keteladanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar