Senin, 02 Januari 2017

URAIAN KURIKULUM DIDALAM JURNAL



SOSIOLOGI KURIKULUM

Bibliography

Mulyati, O. D. (2016). Implementasi Kurikulum 2006 pada mata pelajaran sosiologi di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar tahun pelajaran 2015/2016.


Implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (2006) telah dilaksanakan dengan baik mengacu pada perencanaan pembelajaran (mempersiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi prota, promes, kalender pendidikan, silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran), proses pembelajaran (pelaksanaan meliputi pre test, kegiatan inti atau pembentukan kompetensi, dan post test) serta kegiatan evaluasi yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Sedangkan variasi yang ditemukan dalam varian belajar peserta didik menurut Robert Gagne adalah mencatat hal – hal penting sebagai bahan belajar dalam menyambut ujian (strategi kognitif), melihat lingkungan masyarakat sekitar (keterampilan intelektual), menyusun dan membangun definisi sebuah kata atau istilah (informasi verbal) serta memilih untuk disiplin atau tidak disiplin dalam mengerjakan tugas – tugas yang diberikan oleh pendidik (sikap).
Kendala yang dialami pendidik dalam proses implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam mata pelajaran sosiologi yaitu pada aspek sarana prasarana yakni tidak mendukungnya penggunaan media pembelajaran LCD proyektor serta dari aspek waktu belajar yang terpotong di tengah – tengah pelajaran karena diselingi oleh kegiatan Sholat Dhuha berjaah oleh pendidik dan peserta didik.
Solusi dari Kendala yang dialami pendidik dalam proses implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan dalam mata pelajaran sosiologi meliputi, upaya untuk mengatasi hambatan pendidik dalam penggunaan LCD di dalam proses pembelajaran LCD adalah dengan menampilkan gambar secara manual yaitu menampilkan gambar secara manual adalah dengan mencetak gambar yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan lalu memperlihatkannya kepada peserta didik. Sedangkan dalam kendala waktu, solusi yang digunakan adalah dengan membagi ulang waktu sehingga seleruh materi dapat disampaikan atau dengan mengambil waktu yang direncanakan untuk kegiatan post test untuk menyelesaikan pembentukan kompetensi.

Bibliography

Priyanto, D. (2006). Inovasi kurikulum Pesantren. Jurnal studi Islam dan Budaya. 1 (4): 20-37.

Di dalam artikel  ini menjelaskan bahwa dalam konteks pendidikan di pesantren, menurut Nurcholish Madjid, istilah kurikulum tidak dikenal di dunia pesantren, terutama masa prakemerdekaan, walaupun sebenarnya materi pendidikan sudah ada dan keterampilan itu ada dan diajarkan di pesantren. Kebanyakan pesantren tidak merumuskan dasar dan tujuan pesantren secara eksplisit dalam bentuk kurikulum. Tujuan pendidikan pesantren ditentukan oleh kebijakan Kiai, sesuai dengan perkembangan pesantren tersebut. Kurikulum yang diajarkan dalam kurikulum pesantren adalah “salaf” yang statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal hanya mempelajari kitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, Tasawwuf, Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Tajwid), Mantiq dan Akhlak. Pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab. Jadi, ada tingkat awal, menengah dan tingkat lanjutan. Namun, terdapat juga yang digunakan dalam kurikulum pesantren modern dimana kurikulum tersebut merupakan perpaduan antara pesantren salaf dan sekolah (perguruan tinggi), diharapkan akan mampu memunculkan output pesantren berkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif, progresif dan tidak “ortodoks” sehingga santri bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat karena mereka bukan golongan eksklusif dan memiliki kemampuan yang siap pakai. Namun meskipun demikian, pesantren tidak harus menutup diri, ia terbuka dalam mengikuti tuntutan perkembangan jaman. Materi pendidikan pesantren, metode yang dikembangkan, serta manajemen yang diterapkan harus senantiasa mengacu pada relevansi kemasyarakatan dan perubahan. Sepanjang keyakinan dan ajaran Islam berani dikaji oleh watak jaman yang senantiasa mengalami perubahan, maka program pendidikan pesantren tidak perlu ragu berhadapan dengan tuntutan hidup kemasyarakatan. upaya pengembangan kurikulum di pondok pesantren dipandang sangat urgen, terutama untuk menghadapi tantangan perubahan jaman sekaligus sebagai antisipasi terhadap segala konsekuensi yang menyertainya. Dengan demikian, pesantren mempunyai potensi besar untuk menjadi lembaga pendidikan ideal yang dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat Indonesia . Salah satu model pengembangan kurikulum pesantren yang dapat dipertimbangkan implementasinya adalah bertumpu pada tujuan, pengembangan bahan pelajaran, peningkatan proses pembelajaran, dan pengembangan sistem penilaian yang komprehensif. Adapun model pembelajaran dengan metode sorogan dan bandongan sebagai tradisi akademik di pesantren masih tetap relevan, namun perlu dikembangkan menjadi model sorogan dan bandongan yang dialogis.

Bibliography

Esti Hayu Purmaningsih, A. A. (2004). Pengembangan model belajar mengajar mata pelajaran IPS SD untuk mendukung impementasi kurikulum berbasis kompetensi di Propinsi Sumatera Selatan. Jurnal Psikologi. 1: 15-27. (943-isi)

Dalam artikel ini dijelaskan bahwa Kajian Kurikulum dan Model Pembelajaran Berdasar Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Sekolah Dasar telah dilakukan di lima propinsi, yaitu Sumatera Barat, DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan (Alsa dkk, 2002). Hasil kajian model-model pembelajaran IPS tersebut secara umum dapat mengembangkan kreativitas. Kurikulum berbasis kompetensi bertujuan mengembangkan bukan saja aspek kognitif siswa, melainkan juga aspek afektif, dan psikomotorik. Kurikulum Berbasis Kompetensi menuntut siswa aktif dan kreatif, dengan pembelajaran yang menimbulkan rasa senang dan selanjutnya siswa memperoleh ketrampilan yang berguna bagi dirinya. Oleh karena itu model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi umumnya adalah model pembelajaran yang didasarkan pada teori psikologi kognitif dan psikologi humanistik. Ada beberapa saran yang disampaikan baik oleh para guru, kepala sekolah maupun pengawas, antara lain adalah:
a. Alat peraga yang sulit diperoleh diganti dengan gambar misalnya untuk macam-macam pakaian adat.
b. Model-model pembelajaran ini hendaknya benar-benar dilaksanakan karena sangat dirasakan manfaatnya, misalnya baik siswa maupun guru mengalami proses belajar mengajar yang menyenangkan, membuat siswa lebih aktif, lebih bersemangat, merangsang kreativitas, lebih berani
tampil, bisa meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, namun sebelum dilaksanakan masih perlu dilakukan sosialisasi, penataran dan pelatihan bagi guru yang akan melaksanakan KBK pada skala yang lebih luas.

Bibliography

Suwarno, E. (2010). Penyikapan guru sekolah menengah kejuruan (SMK) terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Teknologi dan Kejuruan.  01 (33): 1-14.

Artikel ini menjelaskan tentang penelitian deskriptif tentang keprihatinan guru terhadap perubahan kurikulum. Studi ini bertujuan untuk menyelidiki keprihatinan guruSekolah Menengah Kejuruan terhadap kurikulum berbasis sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) merupakan kurikulum relatif baru yang mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2007/2008 (Puskur, 2007). Berdasarkan model yang diterapkan , variabel penyikapan dalam penelitian ini terdiri dari: (1) dasar, (2) informasional, (3) personal, (4) tugas, (5) kolaborasi, dan (6) tahapan penyikapan pemfokusan ulang. Dimana guru harus  fokus penyikapan tersebut memerlukan dukungan kegiatan pengembangan untuk menilai manfaat KTSP dan kegiatan untuk meyakinkan agar iklim kolaboratif terus tumbuh dan berkembang. Dengan begitu staf bagian pembelajaran dan penilaian perlu berkomunikasi dengan para guru untuk memberikan dukungan terkait dengan pendekatan untuk menilai kemanfaatan KTSP bagi siswa. Untuk kegiatan pengembangan, kegiatan dapat berbentuk kunjungan untuk melihat variasi implementasi dan pemanfaatan KTSP pada seting sekolah yang berbeda. Kegiatan ini sekaligus dapat membangun jalinan komunikasi dan kolaborasi antar sejawat guru.
















Bibliography

Razi, F. (2011). Kurikulum pembinaan budi pekerti berbasis keluarga. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri,161-175.

Model kurikulum pembinaan budi pekerti berbasis keluarga sudah diterapkan disekolah-sekolah di lingkungan Kota Pontianak. Implementasi model ini dalam proses pembinaan akhlak siswa disekolah  tidak dikonstruk untuk disajikan dalam bentuk mata pelajaran tertentu, terintegrasi dengan mata pelajaran atau seperti pada model training yang pernah dicobakan diberbagai sekolah. Secara khusus, model ini merupakan usaha sekolah dan keluarga dengan mengondisikan terbentuknya perilaku anak yang baik berdasarkan ajaran agama. Pengondisiannya dilakukan dengan cara; memantau perilaku anak selama disekolah dan dirumah, membiasakan anak agar berperilaku agamis, dan melakukan tindakan perbaikan terhadap perilaku anak yang kurang baik. Dengan stategi pembinaan yang lebih menekankan keteladanan kepada siswa, diharapkan pembinaan akhlak/budi pekerti yang dilakukan pihak sekolah dapat mencapai sasaran. Strategi pembinaan akhlak/ budi pekerti yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah antara lain adalah dengan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merespon stimulus pengajaran secara spontan. Apapun strategi yang digunakan dalam pembinaan akhlak/budi pekerti pada anak didik, cara yang paling ampuh tetap pemberian keteladanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar